Selasa, 22 Maret 2016

Perbedaan Sunan Gunung Jati dan Fatahillah

Assalamu’alaikum w.r.w.b

Nah mungkin beberapa dari kita pernah mendengar ataupun membaca mengenai Fatahillah atau Sunan Gunung Jati, ada dua pendapat mengenai mereka, Pertama mereka memanglah satu orang, Kedua mereka adalah orang yang berbeda nah mari kita kaji bersama apakah mereka sama ataukah berbeda?

1. Kelahiran

Fatahillah dilahirkan di Pasai pada tahun 1471, beliau terlahir dengan nama Maulana Fadhillah. Menurut Saleh Dana Sasmita sesorang sejarawan Sunda yang menulis sejarah Pajajaran dalam bab Surawisesa, Fatahillah adalah Putra Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghofur bin Zainul Alam Barokat bin Jamaludin Husein al-Akbar yang lebih dikenal dengan nama gelarnya yakni Shekh Maulana Jumadil Kubro. Tulisan sejarawan Saleh Dana Sasmita ini bersesuaian dengan Kitab Sejarah Melalu “Sulalatus Salatin” karya Tun Sri Lanang, bersesuaian pula dengan  catatan para keturunan Shekh Jumadil Kubro baik yang di Malaysia, Cirebon, Banten dan Palembang yang mana catatan-catatan tersebut juga telah diakui oleh Robitoh Fatimiyyah/Nakobah Azmatkhan, sehingga tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.

            Syarif Hidayatullah lahir sekitar tahun 1450. Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Ibu Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Muda'im) yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Nyai Subang Larang

2. Perjalanan Hidup
             
            Fatahillah adalah orang yang menemukan atau founding father dari Jakarta setelah beliau hijarah dari Samudra Pasai ke Demak lalu beliau diangkat menjadi panglima oleh Raden Patah, beliau  mempertahankan pelabuhan Sunda Palapa dari tangan Portugis dengan bantuan pasukan  dari Cirebon yang ia pimpin dan merubah namanya menjadi Jayakarta (Kota Kemenangan) pada 22 Juni 1527
            Syarief Hidayatullah dan ibunya kembali ke tanah Jawa tepatnya di Caruban setelah Maulana Ishaq Syarif Abdillah meninggal. Syarif Hidayatullah dipersilahkan tinggal di daerah pertamanan Gunung Sembung sambil mengajarkan agama Islam oleh Pangeran Cakrabuana yang menjadi penguasa Caruban. Hingga akhirnya Pangeran Cakrabuana melihat kegigihannya dalam mengajarkan islam di tanah Jawa menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Nyi Ratu Pakungwati. Karena usianya yang sudah lanjut, Pangeran Cakrabuana tahun 1479 menyerahkan kekuasaan Kerajaan Cirebon kepada Syarif Hidayatullah. Sejak saat itulah Islam melalui Syarif Hidayatullah mulai berkembang pesat.

3. Kepemimpinan
             
         Syariefhidayatullah Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa Cirebon kemudian digantikan putra adiknya, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali ditangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.



Pada tanggal 12 Shafar 887 Hijriah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakuan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai leluhur dari dinasti raja-raja kesultanan Cirebon dan kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.

            Fatahillah kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh
Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung

Jadi dari penelitian saya dalam waktu yang singkat ini (Weseh...) sementara saya dapat menyimpulkan bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati adalah 2 orang yang berbeda. Moggo bagi anda-anda yang berpendapat lain, saya juga menerimanya kok hehehe...
        
    Mungkin cukup sekian apabila ingin mengeritik, memberi saran atau bahkan menambahkan saya akan menerima dengan pintu hati yang selebar-lebarnya. Semoga kajian ini bermanfaat semoga Allah menaikkan beberapa derajat kita dari ilmu yang tidak seberapa  ini.

Sumber:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar